Ide Buruk | Senyum Tak Bertuan (Part 3.1)
Cari sarapan diatas jam 10? Mimpi buruk sepertinya, awalnya pengen makan bubur di SMP 6 Surabaya, tapi mana ada bubur ayam yang jual diatas jam segini? Yaudahlah, akhirnya mau ga mau makan di McDonalds, soalnya Lula daritadi udah berisik karena tidurnya diganggu, dan ga dapet makanan.
11.20
McDonalds.
"Gini dong, daritadi kan enak, udah muter - muter ga jelas, laper pula, kan emosi jadinya."
"Lah, kan lu sendiri yang bangunnya kesiangan, masa salahin gue nyet?"
"Ya napa lu ga bangunin gue? Elu sih?"
"Eh si kampret, ga ingat ya terakhir kali lu dibangunin jadinya gimana? Ga usah pura - pura ga inget deh."
"Hehehe, maap Son, jan ngambek gitu dong."
"Hhhhhh"
"Oh ya, gimana tuh si Putra? Jadi diajakin ga?"
"Ga tau nih, daritadi ga bales, enaknya gimana?"
"Yaudah tungguin aja, mungkin lagi sibuk, kan kemaren doi juga balik cepet katanya ada kerjaan?"
"Iya sih, yaudah biarin aja deh."
"Eh, gimana kalo ngajak si Harris?"
"Ha?"
"Iya, si Harris, mantan lu itu, gimana?"
"Gila ya lu? Mana mau lah"
"Yeee, ngomong aja lu gengsi."
"Engga lah, ngapain gengsi? Ga enak aja ganggu rumah tangga orang."
"Yeee bilang aja lu takut ama bininya!"
"Engga! Ga takut kok!"
"Yaudah chat buruan kalo berani!"
Aku langsung ambil hp, cari nama Harris, langsung ku telpon.
"Ris, lagi dimana?"
"Ada apa Son? Kok tiba - tiba telpon?"
"Engga, ga ada apa - apa, cuma nanya aja ini."
"Oh, lagi dinas ini, tapi udah selesai sih, mau balik Surabaya , nunggu pesawat ini, kenapa?"
"Oh ya? Dinas dimana?"
"Di Jakarta, ada apa sih?"
"Engga, ini si Lula sama anak - anak mau ngajak party ntar, gimana?"
"Wah, gimana ya...."
"Yah ga maksa sih, tapi kalo ga bisa gapapa"
"Mau aja sih, tapi gimana?"
"Gimana apanya?"
"Izin sama istri lah. Emang apalagi?"
"Yah, ajakin aja, susah amat."
"Ga enak lah, istri ga tau kalo aku suka party."
"Yaudah gini aja, kamu langsung ke tempat Lula aja, gimana?"
"Hmmm.."
"Gimana? Mau apa ga?"
"Ntar gue kabarin deh, Son."
"Oke, ditunggu kabarnya Bos Harris!"
"Siap nyonya Sonia."
Ku matikan telpon, diam sejenak terus mikir. Apa yang baru aja ku lakuin? I mean, udah lama ga ngabarin atau gimana, tiba - tiba nelpon cuma buat ngajak party. Ini semua karena Lula, sialan, Batinku.
"Nah gitu dong, Son."
"Eh, sialan lu ya, guenya jadi ga enak nih sama si Harris."
"Yaelah, sok - sokan bilang ga enak, padahal kangen juga. Ngaku lo! Hahaha"
"Hahaha, tapi ya ga gini juga Lul, ya doain aja si Harris ini otaknya lagi waras."
"Hahaha, sa ae lu Son."
Kita lanjut makan, sedikit menyesal karena telpon Harris cuma buat senang - senang. Tapi pasti lah ga ikutan, karena ga enak juga sama istrinya, tapi ga tau juga sih, biasanya si Harris otaknya suka ga bener pas dibutuhin. Pokoknya kalo si Harris beneran ikutan, berarti yang salah si Lula. Titik.
13.00
Rumah Lula
Si Harris nelpon.
"Oit, ada apa ris?"
"Jadi ga nih Son?"
"Yang party, tadi kan kamu ngajakin."
"Ya kita sih jadi, mau ikutan?"
"Boleh? Hahaha"
"Ya boleh aja, ga ada yang ngelarang kok."
"Yaudah, aku ikutan yak, abis ambil bagasi aku langsung cus."
"Cus ke?"
"Ke rumah Lula lah, daripada ntar balik rumah, ntar ijinnya susah."
"Eh dasar, yaudah ditungguin."
"Hahaha, serius nih boleh?"
"Iyaaaa iyaaaaa boleh kok."
"Siap, tungguin ya Son."
"Bereeeees."
Telpon ku tutup, tiba - tiba pesan Putra masuk, dia bilang ga mau ikutan karena udah berhenti begituan, alasan aja keknya, masa jaman sekarang cowo ga party? Cowo macam apa itu? Hahaha. Tawaku dalam hati. Ku panggil Lula.
"Luuuuullllll!!!!!"
"Iyaaaaaaa????"
"Dimana lo?"
"Di bawah ambil cemilan, kenape?"
"Bawa yang banyak ya, buat gue sekalian."
"Okeeee, wait ya"
2 menit kemudian.
"Nih Son." Lula ngasih cemilan kering ke aku.
"Eh? Aman ga nih?" Ku cuma ngeliat makanannya, kesannya ga meyakinkan.
"Aman aman, baru semingguan di kulkas kok, hahaha."
"Eh kampret, seriusan? Kok keknya jamuran gini?"
"Amaaaaan, 100% aman kok, tadi gue makan juga kok, gapapa tuh."
"Terakhir kesini, lu ngasih makanan nyaris kadaluarsa, remember?"
"Iyeee iyeeee, bawel ah."
"Hahahaha"
"Ada apa manggil - manggil tadi?"
"Oh engga, ini barusan Putra sama Harris ngabarin."
"Oh ya? Gimana gimana?"
"Ini si Putra ga bisa, katanya udah lama ga party, tapi gue kok masih ga percaya ya?"
"Hahaha, sok alim emang tuh anak, biarin aja lah, lagi tobat katanya."
"Serius lu? Ah sayang sekali dong."
"Kenape? Kalo nakal mau lu deketin? Hahahaha"
"Ya ga gitu juga sih, tapi...."
"Tapi apaan? Menantang maksud lu? Hahaha"
"Hahaha, kampret lu bangsat."
"Ga berubah lu, Son, terus - terus gimana?"
"Gimana apanya?"
"Si Harris lah bangke, Dikata apalagi?"
"Oh, si Harris ini katanya mau otw kesini, gapapa kan?"
"Oh yaudah, kan doi dulu juga sering kesini."
"Kirain lu bakal marah."
"Marah?"
"Iye, marah gitu."
"Ya engga lah, kenapa harus marah?"
"Yaaa, si Harris kan otaknya selalu ga ketebak gitu."
"Hahaha, kan lu yang pernah pacaran sama dia, kok jadi nanya gue?"
"Ya gue udah biasa sih, cuma gue kira berubah gitu setelah nikah."
"Hahaha, bagus dong kalo ga berubah, masih bisa keluar bareng."
"Itu lu, bukan gue, ga pernah kek gitu gue."
"Hahaha, nikmatin aja lah, Son, gue mandi dulu yak, gerah."
"Oke, sana, udah bau daritadi cuma gue ga bilang, daripada lu tambah rewel."
"Sialan lo."
Ku lanjut rebahan, Lula mandi. Masih ga percaya kalo Harris ga berubah, i mean, padahal udah punya istri masih aja suka main belakang, emang ga puas apa? Ah tau deh ga mau mikirin lagi.
13.45
Si Harris sampai rumah Lula, dia udah nelpon tadi buat dibukain pintu, karena Lula kelamaan, jadi mau ga mau harus aku yang bukain pintu, padahal lagi enak rebahan, yaudah lah, daripada dengerin omelan si Harris yang pedes, mending langsung bukain pintu buat dia.
Pintu dibuka, Harris ngeliat aku sekilas, and then we kissed.
"Hmmmm?" sambil berusaha melepas ciuman Harris.
"What's wrong?" Harris bingung harus bersikap gimana, biasanya aku ga pernah menolak ciumannya.
"Engga, cuma ngapain kok tiba - tiba cium?"
"Gapapa dong, kan udah lama ga ketemu?"
"Ga boleh dong, kan kamu udah ada yang punya."
"Yah, kan sekarang ga ada istri, lagian kamu ga kangen ya?"
"Hahaha, dikit."
"Yakin nih dikit?"
"Yes, i'm sure."
"Really?"
"He em."
"Yakiiiiiin?"
"Iya, Harris. I'm pretty sure."
"Oke, how bout hug?"
"Itu boleh deh."
And then, we hug.
Kalo boleh jujur sih ya, aku masih kangen sama Harris pake banget, setelah sebulan ga ketemu, seperti ada perasaan ga ikhlas karena ditinggal nikah duluan, dulu kita pernah janji buat hidup bersama, tapi kenyataannya? Hahaha yasudahlah, aku ga mau nangis lagi mikirin hal itu.
"Ris, kamu berubah ya?" tanyaku, sambil tetap didekapnya.
"Hm?"
"Iya, berubah keliatannya kamu."
"Berubah bagaimana maksudmu? I don't get it."
"Ini badanmu. Ga seperti dulu."
"Maksudmu aku gendutan gitu?"
"Hmmmm, maybe?"
"Engga ah, perasaan ga nambah deh. Tapi mungkin jarang olahraga kali ya makanya gini."
Si Lula muncul dari atas, dan seperti biasa, hanya pakai celana dalam dan kaos biasa. Ini anak ga punya malu apa gimana sih?
"Eh, yang abis nikahan udah dateng, langsung dapet pelukan lagi, uwuwuwu."
"Hahahaha, apaan sih lu, Lul? Sesekali gapapa lah, kan udah lama ga ketemu juga."
"Yeee, lu keenakan Ris, tuh si Sonia, lu tinggal nikah dia nangisnya beberapa hari, pake acara ganggu tidur gue lagi!"
"Eh, seriusan? Ceritain dong Lul, hahaha."
"Udah udaaaah!!! Ini orang baru dateng kok ga disuruh istirahat apa gimana? Kasian, si Harris masih capek, jangan dikasih cerita ngarangmu."
"Yeee, bilang aja malu Lul, ngaku aja kali, mumpung ada orangnya."
Aku ga menghiraukan omongan Lula lagi, ku suruh si Harris istirahat di kamar yang udah disiapin, daripada denger cerita s
*bersambung.*
Komentar
Posting Komentar