Rindu | Senyum tak Bertuan (Part 4.1)


Bercerita dengan Harris selalu menyenangkan, dia selalu bisa jadi sosok yang diandalkan, ketika ada masalah, bercerita padanya terasa seperti masalah lebih mudah untuk dikerjakan, jalan berdua bersamanya selalu terasa seperti ada sosok yang selalu sigap untuk melindungi. Bahkan, hanya dengan melihat senyumnya saja, sudah cukup membuat hari lebih indah daripada biasanya.

Hari ini pun begitu, meskipun tidak banyak bercerita, karena Harris capek sekali, setelah dinas keluar kota beberapa hari belakangan ini. Satu yang gue tahu, setelah dia menikah, dia lebih tenang daripada biasanya, lebih terasa jiwa ke-bapak-annya daripada dulu. Ah! Kesal gue! Kenapa dia menikah dengan perempuan lain? Sungguh beruntung perempuan itu. Ditambah dengan wajahnya yang sekarang lebih ganteng daripada waktu kita pacaran dulu, kalau jadi istrinya, pasti sudah gue cumbui tiap malam, memeluknya sebelum terlelap, dan morning-sex bakalan jadi aktivitas yang kita lakukan setiap hari, sebelum Harris berangkat kerja.

17.20

Harris terbangun, kebiasaan dia dulu, setelah bangun itu manggil gue terus minta diambilin minum, berasa pembantu ya? Tapi entah kenapa gue selalu senang melakukan itu, dan tentunya, hari ini pun begitu, ga berubah. Muka kucel Harris sehabis bangun tetap terlihat ganteng, apalagi sehabis bangun dia biasanya ngerokok dan minum secangkir kopi. Wait, rokok? Gue ga ngeliat dia daritadi ngeluarin rokok tuh/

"Ris, kamu berhenti rokokan?" tanya gue, mempertanyakan kebiasaan yang gue suka.
"Iya, kenapa? Lebih gantengan ya? Hahaha."
"Ngarep, tuh iler di mulut bersihin dulu."
Harris membersihkan air liur di pipi. God damn it! He's so cool! Stunning.
"Ada apa Son? Kok diem?"
"Nope, nothing, mandi gih. Baunya udah kemana - mana tuh." Gue cabut dari kamar, berusaha menyembunyikan muka salting.
"Yakin nih?"
"Ho oh. Buruan gih, tuh makanan di bawah udah siap."
"Makanan apa? Kamu yang masak bukan? Kalo bukan kamu, aku ga mau deh." Pancing Harris, he knows that i still love him. He try to remind us bout our memories.
"Nope, terakhir kali ku masakin, kamu ngebuang makanan itu. Mubazir."
He show his puppy face. Setiap kali berdebat dan kalo ada maunya, pasti dia bakalan nunjukin muka itu. He knows my weakness.
"Oke oke, ku masakin ntar, kalo ketemu lagi."
"Yessssss! Sekarang ada makanan apa?"
"Mcd, mau kan? Itu Mcd tadi siang kok, aman."
"Selain itu?"
"Banyak maunya kamu, Ris. Ga berubah."
"Hehe." Dia berdiri, mendekat, memeluk, mencium pipi dan leherku, sial. He remember everything. And now, i try to reject it. Eventhough it's hard to reject a kiss from 'crush'.
"Nope, kali ini ndak, mungkin lain kali." Pukul gue ke lengannya.
"It's fine, gue ganti baju dulu." Harris sedikit kecewa, tapi dia langsung balik ke kamar membersihkan muka, biar kelihatan lebih fresh.
"Oke, ku tungguin di meja makan."
"Oke."

Di meja makan, hanya ada gue dan Harris. Tadi ada Lula, tapi dia milih balik ke kamar, mau ngecek hp sama nunggu kabar anak - anak, katanya. Dan disini lah gue, terpaksa mendengarkan cerita dari Harris (lagi). Bukannya gue ga senang, cuma gue ga mau terbawa sama permainannya dia, permainan kata - kata.

"Jadi gimana kuliah? Aman kan?" Harris memulai percakapan, basa - basi seperti biasa.
"Iya, aman kok, ini lagi ngurus tesis, tapi ya gitu, dosennya selalu ga ada kabar."
"Hmmm."
"Kenapa?"
"Di lembar ucapan terima kasih aku ditulis juga ga nih? Hahaha."
"Ngarep apa request nih?"
"Nope, aku bukan kamu, ga pernah berharap lebih aku. Hahaha."
"Sialan hahaha"
"Hahaha, eh udah ada gebetan baru belum?"
"Belum tuh, masih sering mikirin lu katanya, Ris." Celetuk Lula, tiba - tiba muncul dari atas.
"Apaan sih? Jangan dipercaya Ris."
"Hahaha." Kita sama - sama tertawa.
"Eh, Lul, mana anak - anak? Katanya nyusul?"
"Bentar Ris, ntar jam 7 katanya mereka baru sampai sini, masih nunggu yang lain."
"Oh, yaudah abis ini aku mandi dulu deh."
"Iye, bau lu kemana - mana, kek ga mandi sebulan."
"Yeee, namanya juga baru sampai dari dinas Lul, jangan jahat - jahat dong."
"Banyak alasan lu, yang cakep ye, biar ga malu - maluin gue."
"Yeee, kan cuma party aja sik? Lagian aku udah cakep dari sananya." ucap Harris, sambil masang muka sok-ganteng-nya dia. Eh tapi emang beneran ganteng sih.
"Idih, bersihin dulu ilernya, baru bilang gitu." Lula ngelempar lap meja yang ada disekitarnya.
Harris diem, ngambil hp buat ngecek mukanya lagi.
"Udah, abis makan, langsung mandi ya Ris, biar ga nunggu lama - lama."
"Mandiin Son. Hahaha."
"Dasar, mesummu ga berubah."
"Kan kamu juga suka? Hehe."
"Bodo amat, aku siap - siap dulu Ris." Ku tinggal Harris di ruang makan, balik ke kamar bareng Lula buat siap - siap dijemput anak - anak. Tau lah, kalo cewe dandannya seberapa lama, makanya siap - siap sekarang.


19.20
Griselda datang bareng anak - anak, mereka pakai dress hitam, dandannya simple tapi tetap elegan, terutama yang dipakai Griselda, aku suka dengan dress hitam se-lutut yang dikenakannya, ditambah dengan heels 3 cm, meskipun ga perlu juga, karena dia udah tinggi, sekitar 175 cm, dan juga tas Louis Vuitton yang kece abis. Berapaan ya? Pasti mahal deh, ntar kalo lulus minta dibeliin itu ah.

"Eh, Gris. Tas baru ya? Kok bagus?"
"Iya dong, ini kado dari pacar gue, bagus ya????"
"Iyaaaa, bagus, berapaan nih? Mau dong."
"Wah, ga tau ya, soalnya ini kado lamaran dari dia, jadi gue ga banyak tanya, Son."
"Eh? Lamaran???"
"Iyaaaa, gue mau nikah abis ini, makanya gue ngajak main, hahaha."
"Lah? Kok ga ada cerita apa - apa sih? Kok gitu sama kita - kita?" Sahut si Lula, berasa ga ngerti apa - apa.
"Eh, iya nih, kok ga cerita apa - apa sama kita tadi di mobil, Gris? Ih gitu sekarang." Tania sok - sokan ngambek.
"Yeee, sabar dong, sengaja ga cerita tadi biar ntar ga cerita dobel, yuk langsung berangkat."
"Eh, gue ajak Harris nih, gapapa kan? Mobil lu cukup kan?"
"Eh? Ada si Harris juga? Kok ga bilang?"
"Lah? Kan tadi gue udah bilang, itu seriusan."
"Yeee, gue kira bercanda tadi."
"Yah, tapi mobilnya ga cukup nih, gue cuma bawa Yaris, gimana?
"Yaudah, Sonia ikut aku aja, ntar ketemuan disana." Celetuk Harris tiba - tiba.
"Oh bagus tuh, sekalian kalian flashback bareng, hahaha." Lula menanggapi, yang kemudian disusul dengan tawa dari anak - anak. Sialan, kalo kayak gini kan ga bisa ikutan dengerin ceritanya si Griselda, tapi sebenarnya ga bisa nolak juga, masih ada sisa rindu yang belum terselesaikan.
"Yaudah, ayo berangkat, keburu malam terus rame, ntar ga dapat tempat kan susah." Griselda membuyarkan lamunanku.

Selama di jalan, ga ada sepatah kata pun yang terucap dari aku dan Harris, suasana hening, hanya ada suara lagu yang diputar oleh radio kesayangan Harris. Tenang dan cukup dingin. Kuputuskan untuk menyenderkan kepalaku ke pundaknya, menikmati suasana malam ini yang mungkin tidak akan pernah terjadi lagi, nanti.

*bersambung*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penghamba Diet.

Pelacur Metropolitan