Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

Rindu | Senyum tak Bertuan (Part 4.1)

Bercerita dengan Harris selalu menyenangkan, dia selalu bisa jadi sosok yang diandalkan, ketika ada masalah, bercerita padanya terasa seperti masalah lebih mudah untuk dikerjakan, jalan berdua bersamanya selalu terasa seperti ada sosok yang selalu sigap untuk melindungi. Bahkan, hanya dengan melihat senyumnya saja, sudah cukup membuat hari lebih indah daripada biasanya. Hari ini pun begitu, meskipun tidak banyak bercerita, karena Harris capek sekali, setelah dinas keluar kota beberapa hari belakangan ini. Satu yang gue tahu, setelah dia menikah, dia lebih tenang daripada biasanya, lebih terasa jiwa ke-bapak-annya daripada dulu. Ah! Kesal gue! Kenapa dia menikah dengan perempuan lain? Sungguh beruntung perempuan itu. Ditambah dengan wajahnya yang sekarang lebih ganteng daripada waktu kita pacaran dulu, kalau jadi istrinya, pasti sudah gue cumbui tiap malam, memeluknya sebelum terlelap, dan morning-sex bakalan jadi aktivitas yang kita lakukan setiap hari, sebelum Harris berangkat kerj...

Akting itu Penting | Senyum tak Bertuan (Part 4)

Ada hening panjang, entahlah. Ga seperti biasanya, dulu, setelah ciuman, baik sengaja maupun engga, si Laras tetap sama bawelnya, cerita apapun yang terlintas di pikiran, yang di rasa, bahkan yang ga penting seperti ngomentarin jalanan macet pun, dia lakukan. Kali ini, beda. Aku biarin, takut ngeganggu apa yang dia pikirin. Biasanya kalau dia lagi mikir terus diganggu, bisa - bisa aku diusir dari mobil sendiri. "Put." Laras memulai percakapan. Suaranya mengecil, seperti menyembunyikan sesuatu. "Iya, Ras?" "Engga, ga jadi Put." "Loh? Ada apa Ras? Bilang aja." "Engga, beneran deh ga ada apa - apa kok." "Yakin?" "Iya." "Hmmmm" "Ada apa Put?" "Engga, kamu bohong ya?" "Bohong? Engga kok, beneran deh." "Yaudah deh." "Ih kok ga ditanyain 'kenapa?' 'Cerita dong' atau apa gitu, jahat deh." "Lah? Katamu tadi gapapa, gimana sik?...

Ide Buruk | Senyum Tak Bertuan (Part 3.1)

Cari sarapan  diatas jam 10? Mimpi buruk sepertinya, awalnya pengen makan bubur di SMP 6 Surabaya, tapi mana ada bubur ayam yang jual diatas jam segini? Yaudahlah, akhirnya mau ga mau makan di McDonalds, soalnya Lula daritadi udah berisik karena tidurnya diganggu, dan ga dapet makanan. 11.20 McDonalds. "Gini dong, daritadi kan enak, udah muter - muter ga jelas, laper pula, kan emosi jadinya." "Lah, kan lu sendiri yang bangunnya kesiangan, masa salahin gue nyet?" "Ya napa lu ga bangunin gue? Elu sih?" "Eh si kampret, ga ingat ya terakhir kali lu dibangunin jadinya gimana? Ga usah pura - pura ga inget deh." "Hehehe, maap Son, jan ngambek gitu dong." "Hhhhhh" "Oh ya, gimana tuh si Putra? Jadi diajakin ga?" "Ga tau nih, daritadi ga bales, enaknya gimana?" "Yaudah tungguin aja, mungkin lagi sibuk, kan kemaren doi juga balik cepet katanya ada kerjaan?" "Iya sih, yaudah biarin aja deh...

Sore dan Laras. | Senyum Tak Bertuan (Part 3)

'... And that's why... Cinta bukan hal yang harus diucapin, tapi lebih untuk dirasakan, mungkin, pacar kamu sekarang, lagi cuek karena ada kesibukan lain, tapi siapa tau, minggu depan kamu dilamar? He just waiting for a right moment to show it to you.' "Oke, publish." Ucapku sambil menyeruput teh yang sudah menjadi dingin karena ku acuhkan, untuk menulis blog dan mengerjakan beberapa kerjaan lainnya. Ku lihat jam di dinding, memastikan sekarang jam berapa, mengerjakan kerjaan dan menulis tentu memakan banyak waktu dan benar saja ternyata jam sudah menunjukkan pukul 1 siang. Lama juga, jarang - jarang nih aku bisa ngerjain tugas dengan serius tanpa ngecek hp, batinku. Ku ambil hp, memastikan ada pesan masuk apa tidak, tentu ada banyak, sapa lagi kalo ga dari trio icik, Laras, Jessica dan Sonia. Sebenarnya Sonia ga bawel sih, cuma karena lagi dekat, makanya lebih ku bilang icik juga, kalo Laras dan Jessica? Ya, i know them luar dalam, jadi yaudah lah maklumin...

Rencana Tahun Baru | Senyum Tak Bertuan (Part 2.1)

31 Desember 2014 07.40 Rumah Lula. Kepalaku terasa berat, penglihatan kabur tak jelas, bekas mabuk semalam, sepertinya, minum lagi setelah sekian lama ga minum adalah kabar buruk. Membuka mata aja susahnya minta ampun, ingin lanjut tidur tapi ga bisa, Lula kalo tidur badannya suka gerak sana - sini, risih. Ku coba untuk duduk, dan kaget karena seingatku tadi malam aku masih pakai dress, sedangkan pagi ini hanya BH dan celana dalam hitam. Berusaha mengingat kejadian semalam, malah membuat kepala makin pusing. Ah bodo amat deh, yang berlalu biarlah berlalu. Batinku. Ku berdiri dan berusaha mencari tas kecil Louis Vuitton hitam kesayanganku itu, ternyata ada di atas meja rias Lula. Ku buka tasku, lalu mengambil hp. Ku cek, ada beberapa pesan yang masuk, dari Mama, Putra, teman main di SMA, si Griselda, dan beberapa pesan di grup. Ku mulai membuka chat dari mama. Mama:   Sonia sayang   Anak gadisku   Hari ini kamu pulang apa ndak nak?   Mama mau kencan sam...

Putra | Senyum Tak Bertuan (Part 1.1)

Jumat, 30 Desember 2014 07.25 Rumah Hari ini libur, kalo kuliah udah semester akhir, biasanya jadwalnya sisa sedikit, banyak nganggurnya. Sebenernya, ga baik sih bangun jam segini, apalagi mama sering banget ngomel karena kebiasaanku yang bangun siang ini, katanya, "perawan kok bangunnya siang terus sih? Ntar susah loh dapet jodohnya." Ku ketawain aja, karena baru sebulan yang lalu putus dengan mantanku, si Harris. Alasan putusnya? Dia lebih milih nikah dengan cewe yang dijodohin sama orang tuanya, karena ga mau ngecewain orang tuanya lagi, klise ya? Hahaha. Ku masih berusaha buat tersadar dari tidurku, masih bergumul dengan kasur, selimut, bantal dan guling biru kesanyanganku. Ku coba mencari hp di atas meja, di sebelah kasurku, memastikan jam berapa ini, ku lihat, ternyata banyak banget notifikasi pesan masuk. Masih jam berapa ini? Perasaan ga ada janji deh, kok banyak pesan ya? Tanyaku dalam hati. Ku taruh lagi hpku di meja, dan kepalaku masih kututup dengan bantal,...

Warna Baru | Senyum Tak Bertuan (Part 2)

Sabtu, 31 Desember 2014 08.00 Alarm berbunyi. Ku berusaha menggerakkan badan buat ngeraih jam weker yang ada di atas meja, malas sekali rasanya, hari libur kan ga harus bangun pagi, tapi berhubung ingat kalo ada deadline yang harus dikumpulin senin besok, kuurungkan ngomel ga jelas pagi ini. Ku berusaha mengingat kejadian semalam, entah kenapa Tuhan begitu baik sekali, dalam sehari bisa ketemu 2 wanita yang sama cantiknya, tidak kalah cantik dari mantanku, Jessica, yah meskipun harus mendengar kabar buruk bahwa si Laras sudah tunangan, bukan, aku bukan ga suka dengar kabar bahagia itu, cuma... Yah kalian tau sendiri lah, mantan terindah itu gimana rasanya, ya kan? Tetapi ada Sonia, cukup menetralisir semalam yang cukup absurd untuk dilalui. Ku mengambil hp, ngeliat ada beberapa pesan masuk, dari Laras, Sonia, Jessica (iya, aku masih sering ngabarin dia kalo lagi iseng aja) dan beberapa email kerjaan. Ku buka satu - satu, dimulai dari Laras. Laras:   Put!!!   Put...

Sonia | Senyum Tak Bertuan. (Part 1)

Jumat, 30 Desember 2014 19.13 McDonald's Surabaya. Aku melihat handphone ku, memastikan semua berjalan sebagaimana mestinya, acara hari ini dimulai jam 8 malam, di Empire Palace Surabaya, buat kamu yang ga tau Empire Palace, Surabaya itu apa, jadi itu tempat buat nikahan, dan rencananya aku bareng temen - temen mau kesana, karna salah satu sahabat kita ada yang menikah. Tetapi seperti biasa, orang Indonesia budayanya ngaret. Jam segini, si Gema belum datang juga, katanya dia mau nyusul temennya dulu dan datang on time, tapi sampai jam segini belum datang juga. Kampret. Aku mencari namanya di kontak handphone, scroll scroll scroll.... Aha! Ketemu juga. Langsung ku telpon si Gema. "Woy Gem, sampai mana? Lama bener?" "Duluan aja, Put. Ini masih nungguin si Lula sama Sonia dandan dulu. Sorry yak! Hahaha" "What?? Bawa 2 cewe nih jadinya? Gila - gila, si Gema ga berubah dari dulu, tetep rajanya playboy hahaha" "Berisik lu pret, katanya kemar...

Kota Tanpa Dosa

Kota Tanpa Dosa Atau Lebih Tepatnya, Kota Tanpa 'Manusia'. Ku Melihat Manusia, Tanpa Rasa Kemanusiaan. Loyalitas, Kejujuran, Kemanusiaan? Kurasa Semua sudah di konversikan. Menjadi apapun, harta, tahta, hingga wanita. Kurasa ku hanya picik, Mungkin juga sirik. Atau bahkan munafik? Hahaha, ku hanya bisa tersenyum licik. Ku tak banyak berharap, Karna ku tidak banyak bertindak. Ku juga tak ingin menuntut. Sapa yang sudi untuk dituntut? Yang ku tahu, Atau lebih tepatnya ku yakini. Masalah besar membawa perubahan? Tidak selalu Setahu saya, yang kecil selalu berarti.

Dusta dan Palsu.

Hidup itu indah, penuh dengan cerita. Sedikit derita, tetapi selalu berusaha cinta. Mereka bilang, aku itu pendusta. Bertaburan kata - kata cinta. Hidup bergelimang harta Dihiasi oleh ribuan wanita. Semua kumiliki, bahkan termasuk tahta. Mereka bilang, semua tentang hidupku palsu. Tatapanku membuat orang tersipu malu. Perkataanku selalu bisa membuat orang membisu. Perhatianku, membunuh diri dan mimpimu.

Lupa Jatuh Cinta

How can someone love the other without loving theirself?

Pelacur Metropolitan

Aku adalah Pelacur, Pelacur Metropolitan, Kesana - kemari untuk Melacur Tujuan? Apalagi kalau bukan untuk kesenangan. Facebook, Twitter, Instagram, kupunya semua. Followerku? Ribuan. Likes? Tak ada yang dibawah ratusan. Komen? Maksudmu, fansku? Haha. Barang - barang branded semua kupunya, Asli? Tentu, gatal aku kalau pake barang palsu. Harga? Tak mungkin lah kamu mampu menebusnya, Matre? Tidak, aku hanya realistis terhadap hidupku. Mereka bilang aku pelacur, Keluar tiap malam hanya untuk bersenang - senang, Bir, Narkotika, Sex bebas, seperti melekat padaku. Bahkan mereka mencariku, untuk bersenang - senang. Mereka bilang hidupku bahagia, Duit tak pernah habis, dan teman dimana - mana. Hidup tanpa susah, tawa selalu menggila, Bahkan, ada yang mau mengikuti gayaku, lucu ya? Aku pelacur metropolitan. Menyenangkan? Tentu, bergelimang harta, tahta dan kuasa. Ku rasa, kamu juga pelacur metropolitan. Benar bukan?

Suara Minoritas

Suara Minoritas, Kecil tapi berkualitas, Selalu kalah dengan yang berkuantitas, Dianggap remeh oleh orang Mayoritas. Cina, non-muslim, non-pribumi, antik asing, kafir. Itu kau sematkan padaku. Buat apa? Apa kau takut tersingkir? Atau mungkin, kau tidak berani tuk bermain adil? Kau bilang, jadi minoritas jangan belagu dihadapan mayoritas Alasanmu, mayoritas adalah suara yang mewakili semuanya, Mewakili? Heh, hakku saja kau renggut secara paksa. Mungkin kau belum pernah merasakan jadi minoritas. Sedih, sesal, kecewa, kurasakan. Dan kau? Apa pernah memikirkannya? Hah, bahkan mungkin terlintas dipikiranmu pun tidak. Kita mengaku bangsa yang Bhinneka Tunggal Ika Berbeda, tapi tetap satu jua. Selisih? Tentu pasti ada, Tapi tidak akan merobohkan bangsa Indonesia. Bolehkah aku meminta? Meskipun mungkin, terdengar olehmu pun tidak. Berlaku adil lah dan saling menghormati sesama, Itu mungkin kunci, Bhinneka Tunggal Ika

Then, we kissed.

G: "What do you want tonight, hun?" B: "Hm? Me? I don't know, maybe a cup of coffee." G: "Only that? Really?" B: "... and a goodnight kiss will make it complete."  
"There's no guarantee for success, success just belong with a people who trust it."

Amanda

2012 Ternyata jadi anak kuliahan menyenangkan ya, bisa kemana - mana, ga wajib ngerjain tugas, cewenya banyak yang cakep pula, batin gue. Jam nunjukin pukul 11.00 dan si Adhi, temen gue, seperti biasa, ngaret kalo diajak janjian, katanya ada hal penting yang mau diomongin dan harus stay di kampus dari jam 10.00, dan seharusnya aku tidak mudah percaya sama orang macam dia. Kesel. Tapi gapapa sih, nongkrong di taman sekaligus kantin kampus juga menyenangkan kok, toh banyak mahasiswa baru dan senior yang cakep - cakep pada lewat. Pukul 11.07 "Oit Dan, Sorry yak telat, tadi abis macet, ada truk lewat tadi." Sapa Adhi, yang keliatan banget abis lari, keringetnya kemana - mana. "Tai! mana ada truk boleh masuk tengah kota siang - siang gini? Kalo ngibul pinteran dikit."  "Hehehe, santai lah, kan lagian kosong juga jadwal lu. Dan." Gue cuma geleng - geleng, sambil ngehela napas. "Udah daritadi, Dan? Ga mesen makan?" "Udah darit...

Punya Apa?

Apa yang kita punya sekarang? Harta, Tahta, Cinta? Entahlah, kukira itu semua hanyalah fana  

Hitam dan Putih

"Oke, kamera siap, lightning juga udah oke, script dah dibaca, sekarang pemanasan dulu sebelum shooting." Tok tok tok tok tok tok, suara pintu diketok dengan ga santainya "Icaaaal, buruan keluar euy, panas iniiiii." Kata Novia, salah satu temen gue yang paling ga bisa diajak kompromi kalo soal waktu, kalo kita butuh ma doi, harus on time, kalo doi yang butuh, seenak jidat biasanya. Gue langsung lari ngebukain pintu, daripada gue harus dengerin ocehan doi yang ga ada remnya kalo ngomong. "Santai napa, orang lagi ngesetting studio, biar lu dateng langsung make aja ntar." "Tapi panas bangsat diluar sana, lu ga tau rasanya kek gimana, kebakar xianying." "Yaelah, cuma nunggu doang, ga sampe 5 menit juga." "Ah auk deh, mana kulkasnya? Gue mau ambil air dingin biar ga stress ngomong ma lu ntar." Lalu gue tutup lagi pintunya, dan nyoba setting beberapa hal sebelum kita mulai shooting. Anyway, kenalin dulu,...

Ragu - ragu

Ragu. Ragu - ragu ku melaju. Melaju ke arah tak tentu. Bukan, aku bukannya tak tau arah tujuanku. Aku, hanya sedikit merindu. Rindu saat posisiku yang dulu. Bermain gembira, bak bocah berusia tujuh. Melakukan sesuatu, tanpa takut keliru. Kerjaan setiap hari hanya bermain sambil menikmati hujan yang sendu. Soal cinta? Itu masih tabu waktu itu. Yang jelas kuingat, cinta pertamaku adalah ibu. Usiaku sekarang, sudah menginjak belasan, Tugas dan kerjaan, sudah bertumpukan, Tentu, tugas itu kukerjakan, Meski terkadang, hasilnya tak memuaskan. Tidak apa, proses memang melelahkan, Yang penting, berusaha tidak akan mengecewakan. Beberapa tahun lagi, usiaku dua puluh lima. Mereka bilang, usia segitu sudah seharusnya menikah. Tapi menurutku, bukan begitu. Tentu, aku tentu ingin menikah, Ingin merasakan berbagi cerita, kasih sayang, dan suka cita. Hal - hal yang buruk pasti terjadi, Seperti kisah sedih, duka cita, dan mungkin, isak tangis. Tapi, hidup bukan hanya tentang...